CERITANEGERI, Makassar – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengungkapkan pada Rabu (26/03) bahwa pemerintahannya akan menerapkan tarif sebesar 25% untuk mobil dan truk ringan impor. Kebijakan ini akan berlaku secara permanen mulai 2 April, dengan pemungutan tarif dimulai keesokan harinya.
Saat ini, sekitar setengah dari mobil yang dijual di AS diproduksi dalam negeri. Gedung Putih menyebut langkah ini bertujuan untuk memperkuat industri manufaktur nasional.
Pemerintah Trump memperkirakan bahwa kebijakan tarif ini dapat menghasilkan pendapatan hingga $100 miliar (Rp1.657 triliun) per tahun.
Namun, karena pabrikan mobil AS bergantung pada suku cadang dari berbagai negara, mereka bisa menghadapi kenaikan biaya produksi yang berisiko menurunkan angka penjualan.
“Kita akan melihat harga mobil yang jauh lebih tinggi,” ujar Mary Lovely, ekonom dan peneliti senior di Peterson Institute for International Economics, kepada Associated Press.
“Pilihan konsumen akan semakin terbatas… Tarif seperti ini lebih berdampak pada kelas menengah dan pekerja,” tambahnya.
Center for Automotive Research sebelumnya memperkirakan bahwa kebijakan tarif ini bisa menyebabkan lonjakan harga kendaraan hingga ribuan dolar.
Tarif baru ini juga berisiko memicu ketegangan dagang global, terutama jika negara lain membalas dengan kebijakan serupa yang bisa menghambat perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi. Jika beban tarif dialihkan ke konsumen, harga rata-rata mobil di AS diperkirakan bisa meningkat hingga $12.500 (sekitar Rp207 juta).
Selain itu, kebijakan ini dapat memperburuk hubungan AS dengan negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, Kanada, Meksiko, dan Jerman, yang selama ini menjadi mitra dagang utama.
Baca selengkapnya disini
(Kompas)












