Pemerintah Genjot Pertumbuhan Ekonomi 2025, Tekanan Harga dan Defisit Jadi Tantangan

CERITANEGERI, JAKARTA – Pemerintah Indonesia terus mendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global dan tekanan harga pangan. Berbagai kebijakan fiskal dan moneter diimplementasikan untuk menjaga laju pertumbuhan yang ditargetkan tetap stabil pada 2025.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2025 tercatat 5,12 % year-on-year, meningkat dibanding triwulan I sebesar 4,87 %. Konsumsi rumah tangga menjadi motor utama pertumbuhan, didukung oleh investasi publik dan belanja negara.

Namun, sejumlah lembaga menilai perlambatan ekonomi global berpotensi menekan pertumbuhan pada paruh kedua 2025. Lembaga CORE Indonesia memproyeksikan pertumbuhan berada di kisaran 4,7–4,8 %, sementara Fitch Ratings menyebut target 5 % cukup menantang. Di sisi lain, OECD merevisi proyeksi pertumbuhan Indonesia naik menjadi 4,9 %, didorong pelonggaran kebijakan moneter dan peningkatan investasi publik.

Untuk menjaga momentum, pemerintah meluncurkan Paket Ekonomi 2025, termasuk penyaluran Rp 200 triliun tambahan likuiditas ke lima bank BUMN. Dana ini bertujuan memperkuat kredit sektor riil dan mendorong investasi produktif. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyebut dana ini bukan dana darurat, melainkan dialokasikan untuk memastikan sektor usaha tetap bergerak.

Selain itu, pemerintah mempercepat penyerapan anggaran dan memprioritaskan proyek infrastruktur dan padat karya. Pemangkasan anggaran senilai Rp 306 triliun juga dilakukan melalui Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 untuk efisiensi belanja kementerian dan transfer ke daerah, dengan fokus pada program produktif.

Hingga Agustus 2025, defisit anggaran tercatat 1,35 % dari PDB, dengan pendapatan negara turun 7,8 % secara tahunan dan belanja naik 1,5 %. Kondisi ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi.

Harga pangan menjadi perhatian utama, terutama beras, yang sempat melonjak hingga Rp 15.950 per kilogram pada Agustus 2025, naik lebih dari 24 % sejak awal 2023. Lonjakan ini terjadi meski produksi dalam negeri memadai, dipicu pembelian masif Bulog dan persepsi kelangkaan di pasar. Pemerintah menyiapkan strategi distribusi stok cadangan beras untuk meredam gejolak harga.

Pemerintah menaruh harapan pada konsumsi domestik dan investasi sebagai penggerak utama pertumbuhan. Di bidang perdagangan internasional, Indonesia baru-baru ini menyepakati perjanjian kemitraan ekonomi dengan Uni Eropa, yang akan menghapus tarif untuk 80 % produk ekspor Indonesia ke UE mulai 1 Januari 2027. Kesepakatan ini diharapkan memperluas pasar ekspor dan meningkatkan daya saing produk lokal.

Di sektor pertambangan, PT Timah optimis mencapai target produksi timah olahan sebesar 21.500 metrik ton tahun 2025, didukung regulasi dan pengawasan terhadap tambang ilegal.

Baca juga: Terkait Kasus Korupsi Mempawah, KPK Geledah Rumah Gubernur Kalbar

Meski pertumbuhan terlihat positif, tekanan harga pangan, defisit fiskal, dan ketidakpastian global menjadi tantangan yang harus diantisipasi. Pemerintah mengandalkan kombinasi kebijakan fiskal, investasi infrastruktur, serta bantuan kredit sektor riil untuk menjaga momentum ekonomi.

Langkah-langkah ini, menurut analis, menjadi kunci agar pertumbuhan ekonomi tetap kuat, konsumsi rumah tangga stabil, dan investasi menarik bagi pelaku usaha. Ke depan, keberhasilan Indonesia menjaga keseimbangan antara kebijakan domestik dan peluang internasional akan menentukan ketahanan ekonomi nasional.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *