Pembebasan Bersyarat Setya Novanto Digugat ke PTUN Jakarta, ARUKKI Nilai Tak Layak Karena Masih Berkasus

CERITANEGERI, JAKARTA — Keputusan pembebasan bersyarat mantan Ketua DPR sekaligus terpidana korupsi proyek e-KTP, Setya Novanto, resmi digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. Gugatan itu diajukan oleh Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI) bersama Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), pada Rabu (22/10/2025).

 

Perkara ini telah terdaftar dengan nomor 357/G/2025/PTUN.JKT, dengan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) RI serta Direktur Jenderal Pemasyarakatan RI sebagai pihak tergugat. Sidang perdana sendiri digelar pada Rabu (29/10/2025).

 

Kuasa hukum ARUKKI dan LP3HI, Boyamin Saiman, menyebut gugatan ini merupakan bentuk kekecewaan masyarakat atas keputusan pemerintah yang memberikan bebas bersyarat kepada Setnov.

 

“Masyarakat yang diwakili oleh ARUKKI dan LP3HI kecewa atas bebas bersyaratnya Setnov, sehingga kami mengajukan gugatan pembatalan keputusan tersebut,” ujar Boyamin, Rabu (29/10/2025).

 

Menurut Boyamin, pembebasan bersyarat tidak dapat diberikan kepada narapidana yang masih terlibat dalam perkara hukum lain. Ia menyebut Setnov hingga kini masih berstatus tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) di Bareskrim Polri.

 

“Setnov masih tersangkut perkara TPPU di Bareskrim. Maka secara hukum, ia belum memenuhi syarat untuk mendapatkan pembebasan bersyarat,” tegasnya.

 

Jika gugatan tersebut dikabulkan, Boyamin menyebut Setnov wajib kembali ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani sisa masa hukumannya dalam kasus korupsi e-KTP.

 

Menanggapi gugatan itu, Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan, Agus Andrianto, menyatakan pihaknya menghormati langkah hukum yang ditempuh masyarakat.

 

“Silakan saja, semua warga negara punya hak yang diatur undang-undang. Kami menghormati hak setiap warga negara,” ujarnya melalui pesan singkat.

 

Sementara itu, kuasa hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail, menilai gugatan yang diajukan publik adalah hak konstitusional yang harus dihargai. Namun, ia mengingatkan agar langkah hukum tersebut didasari oleh pertimbangan objektif.

 

“Siapa pun berhak menggugat keputusan pemerintah, tapi gugatan itu harus berdasarkan hukum, bukan karena ketidaksukaan atau konflik kepentingan,” kata Maqdir.

 

Sidang lanjutan perkara ini dijadwalkan digelar dalam dua pekan ke depan. Publik kini menanti apakah PTUN akan membatalkan keputusan pembebasan bersyarat Setya Novanto atau justru memperkuatnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *